BI dan KPEI Teken Perluasan Kerja Sama Penyelenggaraan Kliring SBN di Pasar Sekunder
Posted on: October 30, 2021
Bank Indonesia (BI) dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) menyepakati kerja sama perluasan penyelenggaraan kliring Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Kedua pihak juga sekaligus meresmikan implementasi interkoneksi antara Electronics Bond Clearing System (e-BOCS) dengan BI-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS), Jumat (29/10/2021).
Kerja sama tersebut dituangkan dalam penandatanganan pembaharuan perjanjian antara BI dan KPEI yang disaksikan secara hybrid oleh Deputi Gubernur BI Doni Primanto Joewono, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap Anggota Dewan Komisioner (ADK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen, dan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman.
Deputi Gubernur BI Doni Primanto Joewono dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa pembaruan perjanjian itu merupakan pencapaian penting dalam mendukung pengembangan pasar keuangan di Indonesia, terutama dalam mewujudkan penciptaan infrastruktur pasar uang yang andal, aman, efisien, dan terintegrasi.
“Pembaruan perjanjian tersebut mencakup perluasan instrumen yang dapat dikliringkan melalui KPEI dari semula hanya terbatas atas transaksi Obligasi Negara [ON] menjadi seluruh jenis SBN,” tulis Kepala Grup Departemen Komunikasi BI Muhamad Nur dalam siaran resmi, Jumat (29/10/2021).
Sejak 2006, BI telah menunjuk KPEI untuk dan atas nama BI dalam melaksanakan penyelenggaraan kliring atas transaksi obligasi negara di pasar sekunder.
Penunjukan tersebut juga merupakan salah satu bentuk dukungan BI dalam membuka alternatif perdagangan obligasi negara, meningkatkan aktivitas investor, efisiensi, dan transparansi perdagangan obligasi negara di pasar sekunder.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menyampaikan sejumlah tantangan yang dihadapi pasar keuangan domestic, antara lain terbatasnya daya serap investor domestik.
Menurutnya, hal itu dipengaruhi oleh rendahnya dana kelolaan investor institusional, pola pikir investor institusional yang berorientasi pada keuntungan jangka pendek, likuiditas pasar sekunder yang rendah, dan instrumen derivatif yang belum berkembang.
“Menghadapi hal tersebut, pemerintah bersama otoritas terkait terus memperkuat koordinasi dengan berbagai strategi, baik dari sisi penawaran, permintaan, serta pengembangan infrastruktur pasar,” tulis BI.
Luky menambahkan, integrasi tersebut dapat mempercepat dan meningkatkan efisiensi transaksi SBN di pasar sekunder, sehingga pasar semakin efisien dan likuid.
Selain itu, integrasi diharapkan dapat berdampak pada pasar keuangan yang semakin besar dan menurunkan cost of fund bagi pemerintah sebagai bond issuer atau penerbit obligasi.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap ADK OJK Hoesen mengatakan bahwa melalui pembaruan perjanjian kliring SBN antara BI dan KPEI, lingkup instrumen SBN yang dapat dikliringkan oleh KPEI, baik untuk transaksi bursa maupun di luar bursa yang dilakukan melalui Sistem Penyelenggaraan Pasar Alternatif (SPPA), menjadi lebih luas dan mencakup semua instrumen SBN.
Hal itu tidak terkecuali Surat Utang Negara (SUN) maupun Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Lebih lanjut, Hoesen menambahkan, dengan adanya interkoneksi sistem kliring KPEI dan sistem penyelesaian Surat Berharga BI, maka akan tercipta Straight Through Processing (STP) dari mulai transaksi, kliring, dan penyelesaian.
Oleh sebab itu, hal tersebut diharapkan dapat menjadi nilai lebih bagi SPPA untuk digunakan dalam transaksi Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS).
“Perluasan instrumen kliring SBN merupakan wujud nyata sinergi BI dan otoritas terkait dalam pengembangan pasar keuangan, khususnya di pasar SBN. Selanjutnya implementasi interkoneksi antarinfrastruktur, dalam hal ini e-BOCS dengan BI-SSSS diharapkan dapat mewujudkan efisiensi post-trade atas transaksi SBN di pasar sekunder di Indonesia,” ujarnya.